Rabu, Februari 11, 2015

Kenapa Penderitaan Rakyat Suriah Jarang Terdengar Beritanya?




Oleh: Muhammad Pizaro
ADA sebuah kejadian menarik saat saya diundang dalam sebuah Tabligh Peduli Suriah di sebuah masjid perkotaan, beberapa waktu lalu. Seorang jamaah tampak heran melihat kondisi Suriah yang porak poranda. Masjid-masjid kaum muslimin hancur dibom. Lembaran Al Qur’an hancur diroket. Sedangkan banyak warganya kelaparan.
Jamaah tersebut tak mengira kondisi Suriah benar-benar tragis. Di sebuah negeri yang disebut definitif oleh Rasulullah dalam hadisnya, ada masyarakat yang terpaksa memakan anjing dan kucing. Namun yang membuatnya heran adalah: “Kenapa informasi tentang Suriah tidak banyak diterima warga Indonesia?” tanyanya.
Lain halnya dengan di Malaysia. Saat saya memberikan pemaparan tentang konflik Suriah, salah seorang mahasiswa Indonesia mencoba menerka-nerka asal dari video yang saya putar. Dengan mimik terkejut, dia bertanya, “Apakah ini di Suriah?”
Menjawab pertanyaan dari jamaah masjid tersebut, saya hanya bercerita. Saya katakan mayoritas warga Suriah hidup tanpa listrik. Tak ada warnet. Paginya sepi. Sorenya layaknya kota mati. Sedangkan pasar di sebuah daerah hanya buka satu minggu sekali. Selain supply makanan minim didapat, mereka juga takut dibom. Jangankan listrik, untuk makan saja sulit.
Peluru yang dipakai Tentara Bashar di daerah Taftanaz,Idlib
Saya kemudian memperlihatkan sebuah video bergambar hitam pekat dan meminta mereka menebak. Mayoritas mereka mengatakan tak ada gambar apa-apa. Karena memang hanya ada bayangan hitam dan tak terlihat ada cahaya sedikitpun. Yang terdengar, hanya bunyi pergerakan mesin.
“Ini wajah Suriah di malam hari dan kami mengambilnya dari dalam mobil,” terang saya.

Warga sengaja tidak menyalakan lampu mobil di malam hari karena takut dibom tentara Bashar. Salah seorang relawan kemanusiaan bercerita, pernah suatu ketika supir yang membawanya bertabrakan karena mobil mereka sama-sama tidak menyalakan lampu. “Setengah tubuh mereka akhirnya lumpuh,” ucap relawan tersebut.
Satu-satunya sumber listrik yang banyak diandalkan rakyat Suriah adalah aki mobil. Perangkat mobil tersebut “disulap” untuk bisa menghidupkan alat komunikasi. Hasilnya, lebih banyak matinya. Rekan-rekan di Indonesia mengira kami terbunuh karena tidak memberi kabar lebih dari tiga hari.
Saya baru benar-benar bisa menulis berita saat di Turki. Tentang cerita ulama yang dikubur hidup-hidup. Tentang tank yang membombardir masjid saat warga sedang shalat Jum’at. Tentang seorang ibu yang harus diperkosa di depan anak-anak mereka. Tentang masjid yang masih tegak berdiri walau dua kali diroket. Dan tentang seorang anak yang lumpuh (berjalan dengan kedua tangan) namun tetap pergi mengaji, meski ancamannya adalah kematian.


 Anak-anak Suriah tetap pergi mengaji ke Mesjid walau ancamannya kematian
“Doakan, meski lumpuh dia adalah juara Hafidz Qur’an di Idlib,” ujar sang guru, membuat kami begitu terharu.
Jadi itulah kondisi Suriah. Kondisi ini semakin diperparah dengan diamnya dunia internasional. “Dunia bungkam karena mereka tahu kami muslim,” Wakil Sekjen Rabithah Ulama Syam, Syaikh DR Muhammad Abul Khoir Al Syukri.
“Satu-satunya negara yang peduli dengan kami adalah Turki,” ucap Wakil Ketua Rabithah Ulama Suriah, Syaikh Musthafa Ahmad Hamid.
Jika kita sibuk makan pakai menu apa, warga Suriah justru bingung karena tidak ada makanan. Namun begitulah izzahnya orang-orang Syam. Saat bantuan kemanusiaan datang, banyak di antara mereka menolaknya.
Mereka beralasan tidak ingin menyusahkan saudaranya nun jauh di Indonesia. Dikunjungi saja mereka sudah senang. Apalagi diberi bantuan. “Kasih saja kepada para pengungsi yang lebih membutuhkan, kami masih ada makanan,” ucap mereka yang masih sempat berkata seperti itu di tengah bunyi perut yang mengerecit.
Yang membuat saya terharu adalah, meski hidup dalam ketertindasan, mereka tak pernah lupa mengirimkan doa bagi muslim Indonesia. “Karena kami tidak ingin kalian seperti kami.” Sebuah doa tulus dari rakyat yang dua tahun lalu masih belum tahu di mana letak Indonesia.
Ya, dengan doa. Mereka tahu betul inilah sarana paling efektif dalam menjaga keistiqomahan rakyat Suriah. Mereka tahu betul kemana mereka mengadu. Bukan PBB yang tak bergigi. Bukan Amerika yang menebar fitnah di sana-sini. Dan Bukan Bashar Assad yang menuduh ulama sebagai teroris karena berikrar Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah.
“Dengan karunia Allah, insya Allah kami berusaha untuk menghentikan rezim ini hingga mengembalikan Suriah menjadi negeri iman. Cukuplah Allah sebagai penolong kami,” ucap Wakil Sekjen Rabithah Ulama Syam, Syaikh DR Muhammad Abul Khoir Al Syukri.
Penulis adalah Jurnalis Kemanusiaan untuk Konflik Suriah
 https://www.islampos.com/kenapa-penderitaan-rakyat-suriah-jarang-terdengar-beritanya-129797/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan jika anda yang ingin komentar, namun tolong gunakan bahasa yang sopan