Jumat, Maret 20, 2015

Bilal Bin Rabah, Sang Muadzin Pertama dalam Islam

bilal bin  rabah
Terlahir pada tahun 579 M sebagai seorang budak dan muazin paling terkenal dalam sejarah Islam. Bilal yang perjuangannya mempertahankan keimanan dari siksaan majikannya menjadi kisah masyur, mendapatkan panggilan “Tuan Guru Kami” dari khalifah Umar berkat jasanya yang sangat besar pada Islam.
Pada masa-masa awal Islam, sejumlah orang non-Arab memeluk Islam dan menjadi sahabat terkemuka Nabi Muhammad SAW. Melalui kerja keras dan pengabdian pada dakwah Islam, mereka yang sebelumnya tidak dikenal ini kemudian menjadi tokoh-tokoh terkemuka di kalangan muslim generasi awal; pertama-tama di Makkah dan kemudian di Madinah. Di antara mereka adalah Salman Al-Farisi, Suhaib Al-Rumi, dan Bilal bin Rabah.
Salman merupakan putera seorang imam terkemuka Zoroaster dan tuan tanah (dihqan). Saat kecil dia diculik dan dibawa ke Suriah dalam keadaan dirantai. Dia kemudian memeluk agama kristen dan dijual sebagai budak kepada seorang Yahudi Madinah. Salman menjadi seorang Muslim di Madinah dan bertemu Rasulullah sebelum perang Khandaq.
Lain halnya Suhaib yang berasal dari Bizantium, walaupun para sejarawan tidak setuju mengenai moyangnya; ada yang berkata dia seorang Romawi, yang lain menyatakan dia berasal dari Arab. Dari manapun asalnya, dia meninggalkan semua kesenangan dan kenikmatan duniawi demi menjadi seorang Muslim, sebuah pilihan yang tidak mengenakkan di Makkah pada waktu itu.
Namun, mungkin orang non Arab paling setia dan berdedikasi yang memeluk Islam adalah Bilal. Terlahir sebagai budak, dia bangkit menjadi salah seorang figur sejarah Islam paling masyur. Bilal dilahirkan oleh seorang gadis budak Habasyah dari suku Bani Jumah di Makkah. Dia dibesarkan oleh ibunya dan bekerja sebagai budak sepanjang masa remajanya.
Saat menginjak usia awal dua puluhan, Bilal dijual kepada Umayyah bin Khalaf, seorang kepala suku Makkah yang sangat berpengaruh. Dikenal berkulit sangat hitam, tinggi, kurus, dan berambut lebat. Bilal tinggal bersama majikannya di Makkah. Dia sudah dikenal berkat integritas dan ketelitiannya, bahkan sebelum memeluk Islam.
Ketika Rasulullah mulai mengumumkan Islam di Makkah, Bilal berusia sekitar 30-an tahun. Dengan cepat Rasulullah memiliki sejumlah pengikut di Makkah, walau para elite penguasa menentang. Ketika Rasulullah mulai secara terbuka mengajak penduduk Makkah pada kebenaran Islam, orang-orang seperti Abu Bakar, Ammar bin Yasir dan ibunya, Sumayyah, serta Miqdad mengikuti juga dan terang-terangan menyatakan keyakinan baru mereka. Para elite Makkah pun terkejut dan geram sampai-sampai mereka mulai menganiaya para pemeluk keyakinan baru ini.

Hanya Rasulullah dan Abu Bakar yang diberikan keringanan, karena mendapat perlindungan dari kerabat-kerabat mereka. Bilal merupakan salah satu dari tujuh orang pertama yang memeluk Islam. Begitu mendengar tentang Islam, dia langsung menerimanya bagaikan anak panah yang menuju sasarannya. Karena dia seorang budak, tak seorang pun yang bisa melindunginya dari amarah tuannya, Umayyah. Ketika Umayyah mengetahui Bilal masuk Islam, dia sangat marah dan melempar Bilal ke luar rumah, lalu mulai menyiksanya.
Sebagai salah satu musuh Islam yang keras, Umayyah mencoba semua trik yang bisa memaksa Bilal untuk meninggalkan Islam, tetapi Bilal tidak terusik sedikitpun. Meski orang lain seperti Ammar dan Miqdad mengalah untuk beberapa saat setelah disiksa habis-habisan, Bilal yang berasal dari Etiopia terus menentang Umayyah secara heroik. Manakala penyiksaan terhadap umat Islam menjadi sangat keras dan tak tertahankan, beberapa diantaranya pura-pura mennggalkan Islam demi menghindari siksaan dan penganiayaan, tetapi Bilal menolak berlaku seperti itu.
Menurut para sejarawan, Umayyah memaksa Bilal berbaring di atas gurun pasir yang panas, mengikatnya dengan tali, dan meletakkan sebuah batu yang berat di atas dadanya, lalu meninggalkannya di tengah gurun dalam keadaan menderita. Pasir panas yang melelehkan kulitnya mengakibatkan rasa sakit dan nyeri yang luar biasa. Dalam keputusasaannya, dia berteriak meminta tolong, tetapi hanya Umayyah yang muncul dan memintanya meninggalkan Islam. Ketika Bilal menolak, Umayyah melecehkan dan menghinanya.
Penyiksaan pun tidak berhenti di malam hari. dia terus-menerus dicambuki, sehingga kulit tubuhnya terkelupas. Akan tetapi Bilal yang sangat berkemauan keras tak goyah sedikitpun. Apapun yang terjadi, dia tidak akan meninggalkan Islam, imannya sekokoh batu. Semakin dianiaya, semakin keras Bilal mengucapkan, “Ahad, Ahad, Ahad” dengan begitu dia menyatakan keyakinan Islam yang paling fundamental. Bahwa tak ada yang layak disembah dan dimuliakan selain Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Sang Maha Pencipta dan Pemelihara seluruh alam semesta.
Karena Bilal menilai perlawanannya terhadap Umayyah sebagai pertarungan antara kebenaran dan kepalsuan, terang dan gelap maka dia bertekad memenangkan perjuangan tersebut demi Islam. Boleh jadi tubuhnya tinggi dan kurus, tetapi watak Bilal sekokoh baja. Ketabahannya menghadapi siksaan dan kekejaman melambangkan kualitas dan sikap sejati seorang Muslim. Kisah perjuangan dan pengorbanannya yang luar biasa itu terus menginspirasi umat Islam sampai hari ini.
Beratnya hukuman yang diterima Bilal dari tuannya mengejutkan dan membuat ngeri semua orang di Makkah. Tergerak oleh penderitaan Bilal, Abu Bakar yang dikenal sebagai seorang pengusaha kaya dan salah satu As-sabiqun Al-Awwalun, menawar untuk membeli kebebasan Bilal. Umayyah dengan senang hati menerima tawaran Abu Bakar. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Bilal menjadi orang bebas yang tidak tunduk kepada siapapun kecuali hanya kepada Satu Tuhan Sejati. Bilal sangat berterimakasih kepada Abu Bakar atas kebaikannya, dan Rasulullah pun senang mendengar Bilal akhirnya menjadi orang merdeka.
Sebagaimana yang disampaikan rasulullah, Islam menentang perbudakan. Rasulullah selalu mengingatkan bahwa perbudakan itu merupakan praktik yang benar-benar menjijikkan dan tidak memiliki tempat dalam masyarakat beradab. Oleh karena itu secara aktif Rasulullah mendorong para sahabatnya untuk membebaskan orang-orang dari perbudakan. Menurut Islam, semua manusia dilahirkan dalam keadaan bebas, memiliki status yang setara dan memiliki kebebasan dihadapan Allah, terlepas dari ras, warna kulit, dan jenis kelamin. Pesan revolusioner ini berbicara kepada Bilal dengan cara yang begitu kuat sampai-sampai siksaan tak kenal lelah yang dilakukan Umayyah pun gagal melemahkan cintanya pada Islam.

Meskipun Bilal telah menjadi orang merdeka, dia tahu bahwa tidak mudah hidup sebagai seorang muslim di Makkah. Bahkan Rasulullah dan para sahabat terkemuka seperti Abu Bakar dan Umar tidak diberi keringanan oleh para pemimpin Makkah yang kuat. Bilal memutuskan untuk tidak menonjolkan diri selama periode sulit dan kacau balau dalam sejarah Islam awal ini.
Bilal tinggal bersama Rasulullah sebanyak mungkin untuk mempelajari Islam demi memperkuat keimanan dan keyakinannya. Jadi ketika Rasulullah meninggalkan kampung halamannya Makkah ke Madinah pada tahun 622 M, Bilal pun mengikuti Rasulullah. Bilal ikut membantu pembangunan masjid Nabawi yang kemudian menjadi pusat kegiatan utama bagi komunitas Islam awal.
Selama periode ini Bilal bertindak sebagai asisten Rasulullah, serta mengawasi pemasukan dan pengeluaran kas publik (baitul mal) yang dibentuk oleh Rasulullah. Perannya sebagai asisten memungkinkannya bekerja sangat dekat dengan Rasulullah dan belajar lebih lanjut tentang kebiasaan-kebiasaan dan amalan-amalan pribadi beliau. Mengenai Rasulullah, Bilal pernah menyatakan, “Beliau tidak pernah menyimpan apapun untuk masa depannya. Aku mengatur uang untuknya. Ketika orang miskin datang kepadanya, beliau akan mengirimkan orang miskin itu kepadaku dan kemudian aku akan mengatur kebutuhannya dengan cara meminjam uang dari seseorang. Inilah yang biasanya terjadi.”
Sebagai asisten dan pendukung terkemuka Rasulullah, Bilal mengerjakan tugas-tugasnya dengan cermat. Dia dhormati karena kejujuran, integritas, dan pengorbanannya yang luar biasa pada Islam sehingga mmenuhi syarat untuk menjalankan peran ini. selain juga sangat andal dan kompeten, Bilal memenuhi tanggung jawabnya dengan efektif dan efisien. Dengan begitu kapanpun ada orang mendatangi Rasulullah untuk keperluan apapun, beliau langsung menghubungkan mereka dengan Bilal yang memastikan tercukupinya kebutuhan mereka. Kesetiaan dan dedikasinya kepada Rasulullah membuatnya didukung dan dikagumi semua orang.
Setelah masjid Nabawi selesai dibangun, dia mendorong para sahabat untuk melakukan sholat lima waktu secara berjamaah di masjid dan Rasulullah sebagai imamnya. Namun ketika komunitas Islam di Madinah mulai berkembang dengan pesat, tidak semua orang – terutama yang bekerja di ladang dan kebun – bisa mengetahui waktu pelaksanaan setiap sholat secara tepat.
Sebagaimana diketahui, umat Kristen memakai lonceng untuk memanggil para pemeluknya untuk datang ke gereja. Sementara umat Yahudi meniup terompet untuk memanggil pengikutnya untuk mengikuti pelayanan agama. Karena itulah sejumlah sahabat menyarankan agar dirancang sebuah metode pemanggilan untuk sholat lima waktu. Rasulullah menilai ini ide yang bagus, tetapi beliau ingin sistem tersebut berbeda dengan praktik Yahudi ataupun Nasrani. Beberapa sahabat menyarankan untuk menyalakan api setiap sebelum waktu sholat, sementara yang lain mengatakan bisa menepukkan dua potong kayu sebagai tanda waktu sholat, namun tak satupun yang menarik bagi Rasulullah.
Suatu hari, seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid menghadap Rasulullah dan mengatakan bahwa dalam mimpinya, dia melihat seseorang memanggil semua muslim untuk sholat dari atap masjid. Selanjutnya Umar muncul dan mengonfirmasi bahwa dia memiliki mimpi yang sama. Rasulullah dan para sahabat menyukai ide ini. dengan demikian, azan (panggilan sholat) dilembagakan atas perintah Rasulullah. Karena Bilal memiliki suara yang indah, Rasulullah memintanya untuk pergi ke Masjid Nabawi dan membuat panggilan sholat pertama dengan suaranya yang merdu dan manis. Begitu Bilal menyelesaikan azan pertama, umat Islam di Madinah pun berbondong-bondong mendatangi Masjid Nabawi dan malakukan sholat berjamaah dipimpin oleh Rasulullah.

Bilal menjadi Muadzin (penyeru sholat) pertama dan paling terkenal dalam sejarah Islam. Sejak hari itu, azan identik dengan nama Bilal. Bahkan dengan mengikuti jejaknya, umat Islam terus melaksanakan azan di tiap penjuru bumi sebagai panggilan mendirikan sholat lima waktu.
Jika Bilal sangat mencintai Rasulullah, Rasulullah pun mengagumi pengabdian, dedikasi, kerja keras, dan ketulusan Bilal. Suatu ketika Rasulullah pernah bertanya kepadanya, “Sepatu apa yang engkau pakai tadi malam? Sesungguhnya saat aku menjelajahi surga dan menaiki tangga Allah, aku mendengar langkah-langkah kakimu didepanku, meskipun aku tidak bisa melihatnya.” Tergerak dengan kata-kata ini, Bilal memutuskan untuk tinggal bersama Rasulullah dan melayaninya seumur hidupnya.
Ketika Rasulullah wafat pada 632 M, hati Bilal begitu hancur sampai-sampai dia tidak tahan lagi tinggal di Madinah. Kenangan-kenangan bahagianya bersama Nabi membuatnya sangat sedih dan kesepian. Akhirnya dia menyertai pasukan Muslim yang dipimpin oleh Abu Ubaida bin Jarrah ke Suriah dan menetap di Damaskus secara permanen.
Tatkala mengunjungi Madinah beberapa tahun kemudian, cucu Rasulullah Hasan dan Husain memintanya mengumandangkan azan. Begitu Bilal mengumandangkan azan, para penduduk Madinah keluar dari rumah mereka dan menangis terisak-isak karena terkenang masa-masa bahagia saat Rasulullah masih hidup. Selama masa kekhalifahan Umar, Bilal menjabat sebagai Gubernur Damaskus untuk beberapa saat dan meninggal dunia sekitar usia 60 tahun pada tahun 641 M.
Meskipun lahir sebagai budak sehingga tidak memiliki status nyata dalam masyarakat, Bilal menemukan kedamaian abadi, kehormatan besar, dan pembebasan sejati dalam bingkai Islam. Kini nama dan ketenaranna tersebar luas dan membentang; dia juga menjadi simbol kehormatan dan martabat yang penting bagi jutaan umat Muslim Afro-Amerika.
Sumber: iamproudtobemuslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan jika anda yang ingin komentar, namun tolong gunakan bahasa yang sopan